SELAMAT DATANG DI BLOG TEGUH TETAP TANGGUH, SEMOGA BERMANFAAT. JANGAN LUPA BERIKAN KOMENTAR ANDA

Muram yang Terbungkam (17 Juni 2011)

Muram yang Terbungkam  (17 Juni 2011)

Malam tak selamanya ditakuti pemilik kesedihan, tak sepenuhnya menjadi benalu para pesakitan, tak selalu manertawakan pejuang yang dilanda kekalahan. Emmmh… hampir sejalan dengan apa yang ku alami malam itu.
Di tengah kesibukanku menyelesaikan pekerjaan yang tertunda, sejenak teringat dengan luka lama yang sedari dulu ingin kubuang jauh-jauh. Penyebabnya sederhana, tak sengaja terlintas di telingaku lantunan lagu lama yang memaksaku teringat dengan kisah klasik yang selalu mengusik. “Dasar, pria melankolis!”, sejenak teguran dari batinku. Malam itu tiba-tiba saja berubah menjadi sepi menggelayuti. Kenapa duka lama begitu sulit ditepis? seakan-akan selalu membayangi kemana diri ingin lari. Tapi kembali kuyakinkan hati, apa yang kualami episode demi episode akan semakin mengasah kedewasaan.

Malam itu memang terlihat gaduh, tapi tidak dengan hatiku. Malam yang temaram telah membius dan merubah keramaian menjadi kesunyian. Lampu ponsel bututku menyala seirama dengan getarannya yang lumayan mengagetkanku. Ternyata dua pesan singkat dari adik kelasku semasa kuliah di UNNES ingin berbagi sekaligus minta pendapat. Dengan senang hati aku menjadi penyimak yang baik. Dan tak lupa petuah demi petuah kukirimkan lewat ponsel. jiach….. petuah, seperti orang tua saja. Ya tapi kata teman-teman memang itu salah satu kelebihanku, Pandai membuat orang adem dan nyaman. Padahal mereka tidak tahu, aku belum bisa membuat diri sendiri adem. “Wagu” kalau kata orang Jawa.

Kubaringkan seonggok badanku ke atas kasur yang tinggal kulit pembungkus dengan sisa secuil busa sambil membuat puisi di layar bututku. Satu baris, dua baris, hingga satu bait tertuang dari batas imaji yang malam itu terasa sulit kutembus. Ponselku kembali memekik menyerukan suaranya yang memenuhi seantero jagad kontrakan. Sebuah pesan dari rekan seprofesi di tempatku bekerja yang menanyakan tentang materi cerpen.

”Ini benar-benar bertanya atau sengaja mengetesku?” bisikku dalam hati. Aku sengaja memberikan jawaban sambil menyematkan celetukan kecil agar tidak membuat malamku yang beku semakin kaku.

Awalnya semua obrolan masih berkutat tentang cerpen, entah di mana tikungan itu tanpa sadar beralih tentang kemampuan membaca karakter seseorang berdasarkan raut wajah dan warna favorit. Wow, ternyata rekan baruku memiliki kelebihan yang unik. Tertegunlah aku dibuatnya, hampir tidak meleset apa yang beliau prediksi.

“Karakter Pak Teguh dari kontur wajah itu Melankolis-Plegmatis atau sebaliknya. Idealis, setia, romantis, pemendam masalah, tidak tegaan, pendamai, dll.” sampai-sampai sering sakit kepala pun disebutkannya.

“Dari segi warna kesukaan, pak teguh: mendamaikan, pemendam, tenang, cool, n kebanyakan orang merasa ayem/adem bersama Pak teguh.”

Sayangnya Kelemahanku tidak Ia sebutkan secara jelas. Aku hargai itu, pasti ada alasan kenapa tidak Ia sebutkan secara gamblang. Tak kusadari, ternyata obrolan itu membuat malam yang semakin larut tak terasa terlewati. Wajah malam yang muram itu seketika terbungkam.  Malam yang menyenangkan dan cukup untuk mencampakkan sejenak kegalauan hatiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar